KEPASTIAN
Sepeda ini mungkin
sudah tak bisa dipakai seperti beberapa tahun sebelumnya, bahkan besinya sudah
berkarat disana-sini, namun karatnya mengayuh ingatanku kembali ke waktu dimana
sepeda ini pertama dibeli.
Waku itu bapak baru
pulang dari memeras keringat di kota Jakarta, pagi itu aku tak berangkat
sekolah karena hari minggu,, ya, seperti biasa bapak pulang kerumah di akhir
pekan. Tanpa basa basi bapak mengajakku untuk pergi ke kota, “ nak, ayo
siap-siap, kita pergi ke kota beli sepeda, katanya kemaren kamu bilang ingin
sepeda seperti teman-temanmu”. Ah bapak, kau orang yang tak pernah banyak
omong, betul memang kepulangan bapak minggu sebelumnya aku minta untuk
dibelikan sepeda karena sepeda sebelumnya, sepeda yang diwariskan dari kakak ku
sudah tak lagi relevan untuk dikayuh.
Aku baru tersadar ada
sesuatu yang kau ajarkan dari beberapa barang yang kau belikan kepadaku,
kapal-kapalan, mobil remot, begitupun sepeda ini. Engkau tak pernah menjanjikan
untuk membelikan barang kepada anakmu ini, ketika anakmu ini merengek minta
dibelikan sesuatu, kau selalu merespon dengan jawaban yang amat singkat. “ ya,
nak “, sesederhana itu kau merespon rengekanku yang panjang, kau tak pernah
sekalipun merespon dengan jawaban bertele-tele untuk sedikit menenangkan rengekanku.
Setelah jawaban yang singkat itu, esoknya engkau pergi kejakarta untuk 1-2
minggu kemudian pulang kerumah dan merealisasikan apa yang anakmu minta.
Aku baru tahu, dari
diam mu, kecuekanmu dan jawaban yang teramat singkat, kau tak pernah menjanjikan
sesuatu namun kau selalu memberi kepastian. Ya, sikap itulah yang kau ajarkan
kepadaku, bahwa seorang lelaki pantang untuk mengumbar janji, seorang lelaki
harus selalu menawarkan kepastian.
Komentar
Posting Komentar